Jumat, 14 September 2012

MASTERING AUDIO



Mastering audio, suatu bentuk audio pasca produksi, adalah merupakan suatu proses penyusunan dan atau transfer audio (yang direkam dalam suatu perangkat penyimpanan audio dan berisi hasil fix-mixing audio) ke dalam suatu perangkat penyimpanan data (file), hasil mastering audio inilah yang nantinya merupakan bahan dasar untuk sebuah produksi audio (audio production). Adapun proses mastering audio ini biasanya merupakan kombinasi dari beberapa proses semacam compressing, limiting, duplication dan levelling. Dewasa ini -seiring dengan kemajuan tehnologi- format mastering audio lebih cenderung mempergunakan format digital-mastering, walaupun beberapa kalangan masih tetap mempertahankan format analog-mastering.


Dalam rangka membuat proses determinasi, maka dalam suatu proses mastering sangat membutuhkan suatu 'pendengaran' yang kritis dan tidak akan dapat tercapai tanpa adanya seorang Mastering Engineer. Meskipun terdapat berbagai macam software mastering yang dapat membantu kita dalam menyelesaikan proses mastering itu sendiri, tetapi hasil akhirnya masih bergantung kepada kualitas monitor-speaker. Disamping itu seorang mastering engineer wajib melakukan proses pemerataan, perbaikan dinamisasi audio dan lain-lain, agar hasil daripada proses mastering audio ini dapat diperdengarkan di berbagai sistem pemutar audio dengan baik (dengan kata lain dapat didengar secara baik di berbagai macam alat pemutar audio).

Teknologi Digital
Sejak sekitar tahun 1990-an, segala proses elektro mekanis, sebagian besar telah digantikan dengan proses tehnologi-digital, mulai dari proses recording secara digital yang tersimpan dalam bentuk HDD atau Digital Tape dan dipindahkan ke dalam Cakram Digital (CD). Proses digital audio workstation (DAW) menjadi suatu hal yang umum dalam proses mastering, karena memungkinkan untuk memanipulasi line-off audio yang direkam dalam suatu graphical user interface (GUI). 
Meskipun proses digital-mastering ini telah banyak digunakan, namun pada kenyataannya proses analog -mastering (dengan mempergunakan alat-alat analog) pun masih tetap dipertahankan dalam rangka menyelesaikan proses mastering audio ini. Masih sering pula terjadi perdebatan mengenai kelebihan dan kekurang proses digital-mastering ini, utamanya diperbandingkan dengan hasil proses analog-mastering. Perdebatan ini biasanya berkisar pada proses pengolahan sinyal audio (pengolahan sinyal analog versus pengolahan sinyal digital). Namun perdebatan ini tidak menampik proses digital dalam rangka penyimpanan audio hasil mastering.
Di dalam proses mastering ini tidak mengenal apa yang disebut dengan "optimum mix level for mastering", meskipun demikian para mastering-engineer sepakat bahwa -3 dB sampai -6 dB headroom (pada saat mixing audio) adalah merupakan syarat mutlak untuk dapat menghasilkan mastering-audio yang baik, sehingga pada akhir proses mastering dapat menghasilkan rata-rata level antara -12 dBFS sampai -10 dBFS pada sisi kiri dan atau kanan.

Digital Mastering
Proses mastering audio ini selalu didahului dengan suatu proses mixing-audio yang bertujuan mengedit,  cutting, meratakan, panning dari berbagai instrument musik (termasuk vokal) yang telah selesai direkam. Setelah selesai proses fix-mixing, barulah menginjak tahap mastering audio, yang dalam tulisan ini lebih menekankan pada proses digital-mastering.
Dalam proses digital-mastering ini banyak metode yang berkembang dan dipergunakan oleh para mastering engineer, diantaranya adalah tehnik mastering dengan Wave-Lab, mastering dengan T-Rack, Har Ball mastering tehnik dan AMT mastering.
Untuk penjelasan lebih lanjut silahkan anda meng-klik masing-masing tehnik tersebut di atas.

Selasa, 22 Mei 2012

Sebelumnya teman-teman harus mengerti terlebih dahulu tentang dasar-dasar dari seven segment. Sebenarnya seven segment tersusun dari 8 buah led yang dibentuk menyerupai angka 8 yang terdiri dari 7 segmen dan ditambah 1 segmen berupa titik (dot). Untuk mendapatkan datasheet penampil seven segment silakan download disini.
Seven segment terdiri dari 2 jenis konfigurasi yaitu katoda bersama atau common cathoda (CC) dan anoda bersama atau common anoda (CA) .
Dari gambar diatas teman-teman tentu  sudah dapat langsung bisa membedakannya. Jika common cathoda, dimana sisi katoda pada LED tiap segmennya digabungkan (common) sehingga sering disebut katoda bersama. Sedangkan jika common anoda, pada sisi anoda pada LED tiap segmennya digabungkan sehingga sering disebut katoda bersama.
Antara CC (common cathoda) dan  CA (common anoda) mempunyai perbedaan yang mendasar yaitu cara untuk mengaktifkan/menyalakan tiap segmennya.
Untuk CC agar segmennya dapat menyala harus diberi logika HIGH (misalnya 5V), sedangkan untuk CA agar segmennya dapat menyala harus diberi logila LOW (GND).
Berikut adalah cara untuk menampilkan angka pada CA dan CC, disini saya akan menampilkan angka 7 (tujuh).
Dari gambar diatas terlihat jelas bahwa untuk menampilkan  angka 7 pada CA harus menyalakan segment a (bit0), b (bit1) dan c (bit2) dengan memberikan logika LOW (GND).
Sedangkan untuk CC merupakan kebalikan dari CA, dimana untuk menampilkan angka 7 harus menyalakan segment a (bit0), b (bit1) dan c (bit2) dengan memberikan logika HIGH (5V atau VCC).
Dari penjelasan diatas dapat dibuat tabel untuk menampilkan angka dari 0-9.
TABEL 1
Sekarang teman-teman sudah tahu bagaimana cara membentuk tampilan angka pada seven segment. Selain dari itu seven segment dapat pula dibentuk karakter selain angka, teman-teman hanya tinggal menyesuaikannya sesuai keinginan dengan menyalakan segment yang diinginkan.
Sekarang saya akan menjelaskan bagaimana cara kerja seven segment jika di-interface-kan dengan mikrokontroler. Dimisalkan saya ingin menampilkan angka 2163 pada seven segment, maka saya akan membutuhkan 4 buah seven segment (digit1=2, digit2=1, digit3=6 dan digit4=3). Dan pada prinsipnya cara kerja seven segment dilakukan secara scanning yaitu “jika ingin menampilkan 2163, maka saya akan menampilkan angka 2 terlebih dahulu pada seven segment digit1 (digit ke1) dengan mematikan digit2, digit3 dan digit4. Kemudian saya akan menampilkan angka 1 pada seven segment digit2 dengan mematikan digit1, digit3 dan digit4 dan seterusnya sampai menampilkan angka 3 pada digit4″. Metode inilah yang dinamakan scanning, dengan melakukan scanning secara cepat (biasanya 25x dalam 1 detik), maka mata kita tidak akan bisa mengikuti scanning seven segment tersebut sehingga mata kita akan melihat bahwa semua seven segmen (digit1-digit4) menyala secara bersamaan.
Pertanyaaannya, mengapa kita menggunakan metode scanning? Jawabannya dikarenakan metode scanning dapat mengurangi konsumsi daya listrik dibandingkan dengan menyalakan semua seven segment. Dan yang paling penting yaitu dapat menghemat pemakaian pin-pin mikrokontroler, sehingga tidak banyak input/output yang terpakai untuk mengakses seven segment.
Baiklah berikut adalah aplikasi menampilkan angka 2163 menggunakan mikrokontroler dengan seven segment tipe common anoda (CA). Saya sarankan untuk menggunakan seven segment tipe CA karena nantinya mikrokontroler bersifat sebagai sinking. Untuk lebih jelasnya baca pada postingan Sinking Vs Sourching output.

Berikut adalah schematic dan listing program 
lengkapnya:




Op - Amp (Operational Amplifier)

 


Operational Amplifier atau di singkat op-amp merupakan salah satu komponen analog yang sering digunakan dalam berbagai aplikasi rangkaian elektronika. Aplikasi op-amp yang paling sering dipakai antara lain adalah rangkaian inverter, non-inverter, integrator dan differensiator. Pada pokok bahasan kali ini akan dipaparkan beberapa aplikasi op-amp yang paling dasar, yaitu rangkaian penguat inverting, non-inverting differensiator dan integrator.

I. Pengertian Dasar Op-Amp
Operational Amplifier atau di singkat op-amp merupakan salah satu komponen analog yang sering digunakan dalam berbagai aplikasi rangkaian elektronika. Aplikasi op-amp yang paling sering dipakai antara lain adalah rangkaian inverter, non-inverter, integrator dan differensiator. Pada pokok bahasan kali ini akan dipaparkan beberapa aplikasi op-amp yang paling dasar, yaitu rangkaian penguat inverting, non-inverting differensiator dan integrator.

Pada Op-Amp memiliki 2 rangkaian feedback (umpan balik) yaitu feedback negatif dan feedback positif dimana Feedback negatif pada op-amp memegang peranan penting. Secara umum, umpanbalik positif akan menghasilkan osilasi sedangkan umpanbalik negatif menghasilkan penguatan yang dapat terukur.

Op-amp ideal
Op-amp pada dasarnya adalah sebuah differential amplifier (penguat diferensial) yang memiliki dua masukan. Input (masukan) op-amp ada yang dinamakan input inverting dan non-inverting. Op-amp ideal memiliki open loop gain (penguatan loop terbuka) yang tak terhingga besarnya. Seperti misalnya op-amp LM741 yang sering digunakan oleh banyak praktisi elektronika, memiliki karakteristik tipikal open loop gain sebesar 104 ~ 105. Penguatan yang sebesar ini membuat op-amp menjadi tidak stabil, dan penguatannya menjadi tidak terukur (infinite). Disinilah peran rangkaian negative feedback (umpanbalik negatif) diperlukan, sehingga op-amp dapat dirangkai menjadi aplikasi dengan nilai penguatan yang terukur (finite).

Impedasi input op-amp ideal mestinya adalah tak terhingga, sehingga mestinya arus input pada tiap masukannya adalah 0. Sebagai perbandingan praktis, op-amp LM741 memiliki impedansi input Zin = 106 Ohm. Nilai impedansi ini masih relatif sangat besar sehingga arus input op-amp LM741 mestinya sangat kecil.

Ada dua aturan penting dalam melakukan analisa rangkaian op-amp berdasarkan karakteristik op-amp ideal. Aturan ini dalam beberapa literatur dinamakan golden rule, yaitu :

Aturan 1: Perbedaan tegangan antara input v+ dan v- adalah nol (v+ - v- = 0 atau v+ = v- )
Aturan 2: Arus pada input Op-amp adalah nol (i+ = i- = 0)

Inilah dua aturan penting op-amp ideal yang digunakan untuk menganalisa rangkaian op-amp.

II. Karakteristik Dasar Op-Amp
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pada dasarnya Op-amp adalah sebuah differential amplifier (penguat diferensial), yang mana memiliki 2 input masukan yaitu input inverting (V-) dan input non-inverting(V+), Rangkaian dasar dari penguat diferensial dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini:
penguat diferensial
Gambar 1 : Penguat Diferensial

Pada rangkaian diatas, dapat diketahui tegangan output (Vout) adalah Vout = A(v1-v2) dengan A adalah penguatan dari penguat diferensial ini. Titik input v1 dikatakan sebagai input non-iverting, sebab tegangan vout satu phase dengan v1. Sedangkan sebaliknya titik v2 dikatakan input inverting sebab berlawanan phasa dengan tengangan vout.

Diagram Blok Op-amp
Op-amp di dalamnya terdiri dari beberapa bagian, yang pertama adalah penguat diferensial, lalu ada tahap penguatan (gain), selanjutnya ada rangkaian penggeser level (level shifter) dan kemudian penguat akhir yang biasanya dibuat dengan penguat push-pull kelas B. Gambar-2(a) berikut menunjukkan diagram dari op-amp yang terdiri dari beberapa bagian tersebut.diagram blok op-amp
gambar 2 (a) : Diagram Blok Op-Amp

diagram op-amp
gambar 2 (b) : Diagram Schematic Simbol Op-Amp

Simbol op-amp adalah seperti pada gambar 2 (b) dengan 2 input, non-inverting (+) dan input inverting (-). Umumnya op-amp bekerja dengan dual supply (+Vcc dan –Vee) namun banyak juga op-amp dibuat dengan single supply (Vcc – ground). Simbol rangkaian di dalam op-amp pada gambar 2 (b) adalah parameter umum dari sebuah op-amp. Rin adalah resitansi input yang nilai idealnya infinit (tak terhingga). Rout adalah resistansi output dan besar resistansi idealnya 0 (nol). Sedangkan AOL adalah nilai penguatan open loop dan nilai idealnya tak terhingga.

Saat ini banyak terdapat tipe-tipe op-amp dengan karakterisktik yang spesifik. Op-amp standard type 741 dalam kemasan IC DIP 8 pin. Untuk tipe yang sama, tiap pabrikan mengeluarkan seri IC dengan insial atau nama yang berbeda. Misalnya dikenal MC1741 dari motorola, LM741 buatan National Semiconductor, SN741 dari Texas Instrument dan lain sebagainya. Tergantung dari teknologi pembuatan dan desain IC-nya, karakteristik satu op-amp dapat berbeda dengan op-amp lain.

RANGKAIAN PENGUSIR TIKUS


Rangkaian pengusir tikus ini bisa menjadi alternatif ampuh mengusir tikus-tikus yang mungkin banyak bersarang dirumah anda. Dengan menggunakan alat pengusir tikus elektronik ini, anda tidak perlu takut dengan efek samping yang ditimbulkan oleh kebanyakan metode pengusir tikus lainnya, misalkan dengan menggunakan racun tikus, anda pasti akan khawatir dengan bangkai yang ditimbulkan olehnya, atau anda mungkin juga cemas kalau-kalau racun tikus tersebut meracuni anak anda atau mungkin diri anda sendiri. :D
Dengan menggunakan pengusir tikus elektronik ini, polusi yang ditimbulkan bisa dikatakan hampir tidak ada. Rangkaian ini bekerja dengan cara mengeluarkan suara pada frekuensi 50KHz, dan suara ini akan membuat pendengaran para tikus-tikus tersebut sangat terganggu, dan dijamin mereka akan lari tunggang langgang.
Untuk membuat alat pengusir tikus  ini hanya dibutuhkan komponen-komponen sederhana yang pastinya banyak terdapat di toko-toko elektronik di kota anda.
Sebagai komponen utama, rangkaian ini menggunakan sebuah IC 555 yang tentunya sudah sangat tidak asing lagi buat anda para penghobi elektronika. Ditambah sebuah transistor SC1162 dan beberapa resistor dan kapasitor.
Berikut gambar skema rangkaian selengkapnya:
gambar skema rangkaian pengusir tikus elektronikDaftar komponen lengkap yang dibutuhkan untuk membuat sebuah rangkaian pengusir tikus elektronik ini adalah sebagai berikut:
R1 : 1K8
R2 : 1K
R3 : 5K6
R4 : 480R
C1 : 2,2nF
C2 : 0,022uF/6V
IC : 555
Q : SC1162
Speaker 4 ohm
Bagaimana teman-teman? sederhana sekali bukan? hanya dengan modal sekitar Rp. 20.000an saja saya rasa tikus – tikus dirumah anda akan berlarian dikarenakan takut dengan rangkaian pengusir tikus elektronika ini.

RANGKAIAN REMOTE KONTROL DENGAN INFRA RED


Rangkaian Remote Control Dengan Infra Red (Infra Merah)merupakan salah satu rangkaian yang cukup menarik untuk kita pelajari. Dengan menggunakan remote control infra red ini kita bisa mengendalikan peralatan-peralatan elektronika seperti TV, AC dan lain-lain.
Cara kerja Rangkaian remote control ini adalah dengan cara mengirimkan sejenis “tone” melalui media LED Infra Red yang kemudian diterima oleh receiver untuk di decode kan yang kemudian akan dijalankan sesuai perintah yang diterima. Receiver hanya akan bekerja pada saat mendengar tone tersebut.
Rangkaian remote control ini terbagi menjadi dua bagian, yang pertama adalah rangkaian transmitter dan yang kedua adalah rangkaian penerimanya (receiver).
Rangkaian transmitter hanya terdiri dari 2 transistor dan 1 buah LED Infra red, ditambah dengan beberapa resistor dan catu daya tentunya. Berikut skema rangkaian transmitter remote controlnya.
gambar skema rangkaian transmitter remote control
Sedangkan untuk rangkaian receivernya, komponen yang digunakan lebih banyak, namun tetap kompak dan simple. Berikut gambar skema rangkaian penerima remote control nya.
gambar skema rangkaian receiver remote control infra red merah
Daftar komponen yang diperlukan untuk membuat sebuah rangkaian remote control dengan infra red seperti diatas adalah sebagai berikut:
R1 1 22K 1/4W Resistor
R2 1 1 Meg 1/4W Resistor
R3 1 1K 1/4W Resistor
R4, R5 2 100K 1/4W Resistor
R6 1 50K Pot
C1, C2 2 0.01uF 16V Ceramic Disk Capacitor
C3 1 100pF 16V Ceramic Disk Capacitor
C4 1 0.047uF 16V Ceramic Disk Capacitor
C5 1 0.1uF 16V Ceramic Disk Capacitor
C6 1 3.3uF 16V Electrolytic Capacitor
C7 1 1.5uF 16V Electrolytic Capacitor
Q1 1 2N2222 NPN Silicon Transistor 2N3904
Q2 1 2N2907 PNP Silicon Transistor
Q3 1 NPN Phototransistor
D1 1 1N914 Silicon Diode
IC1 1 LM308 Op Amp IC
IC2 1 LM567 Tone Decoder
LED1 1 Infa-Red LED
RELAY 1 6 Volt Relay
S1 1 SPST Push Button Switch
B1 1 3 Volt Battery Two 1.5V batteries in series
MISC 1 Board, Sockets For ICs, Knob For R6, Battery Holder
RELAY 1 6 Volt Relay
Komponen-komponen diatas bisa anda temukan di toko-toko elektronik terdekat. Dengan modal yang tidak terlalu besar, anda sudah bisa membuat rangkaian remote control dengan infra red sendiri. Selamat mencoba
I have received a number of emails requesting schematics for infa-red remotes. So here is one. This remote transmits a tone using an infa-red LED. This tone is decoded by the receiver. Since the receiver only switches when it “hears” the tone, there are no accidental activations.

Rangkaian Audio Amplifier 50 Watt


Rangkaian Audio Amplifier 50 Watt yang kami sajikan kali ini cukup kompak dan sederhana, dengan output keluaran sebesar 50 watt. Audioamplifier ini bisa anda gunakan sebagai penguat untuk radio, Televisi, Tape, VCD/DVD dan perangkat audio lainnya. Selain itu rangkaian amplifier ini juga bisa digunakan sebagai penguat untuk perangkat yang memang belum ada pre-amplifiernya seperti microphone, gitar listrik dan perangkat un-amplified lainnya.
Rangkaian yang dibutuhkan untuk membangun rangkaian Rangkaian Audio Amplifier 50 Watt ini tidak terlalu kompleks, hanya menggunakan dua buah IC (Integrated Circuit), 2 buah transistor dan beberapa kompone pasif  lainnya.
gambar skema Rangkaian Audio Amplifier 50 Watt
Berikut ini daftar komponen yang dibutuhkan untuk membuat amplifier 50 watt:
R1 1 200 Ohm 1/4 W Resistor
R2 1 200K 1/4 W Resistor
R3 1 30K 1/4 W Resistor
R5 1 1K 1/4 W Resistor
R6 1 5K 1/4 W Resistor
R7,R10 2 1 Meg (5%) 1/2 W Resistor
R8,R9 2 0.4 Ohm 5 W Resistor
R11 1 10K Pot
R12,R13 2 51K 1/4 W Resistor
R14 1 47K 1/4 W Resistor
C1 1 100uF 35V Electrolytic Capacitor
C2 1 0.011uF Capacitor
C3 1 3750pF Capacitor
C4,C6 2 1000pF Capacitor
C5,C7,C8 3 0.001uF Capacitor
C9 1 50pF Capacitor
C10 1 0.3uF Capacitor
C11,C12 2 10,000uF 50V Electrolytic Capacitor
U1,U2 2 741 Op Amp
U3 1 ICL8063 Audio Amp Transister Driver thingy
Q1 1 2N3055 NPN Power Transistor
Q2 1 2N3791 PNP Power Transistor
BR1 1 250 V 6 Amp Bridge Rectifier
T1 1 50V Center Tapped 5 Amp Transformer
S1 1 SPST 3 Amp Switch
S2 1 DPDT Switch
F1 1 2 Amp Fuse
SPKR1 1 8 Ohm 50W Speaker
MISC 1 Case, Knobs, Line Cord, Binding Posts Or Phono Plugs (For Input And Output), Heatsinks For Q1 And Q2
Distorsi yang timbul dari rangkaian ini kurang dari 0,1% sampai dengan 100 Hz dan naik sampai dengan 1% pada saat keluaran mencapai 20 KHz. Transistor Q1 dan Q2 harus dipasang dengan menggunakan heatsink (pendingin) untuk menghindari panas yang berlebihan pada Rangkaian Audio Amplifier 50 Watt ini.

Rangkaian lampu neon (lampu emergency)


Rangkaian lampu neon (lampu emergency) bisa menjadi alternatif sumber pencahayaan ruangan pada saat aliran listrik dari PLN putus. Rangkaian ini hanya membutuhkan beberapa komponen sederhana yang mudah ditemukan dipasaran. Hanya dibutuhkan komponen utama berupa trafo step-up yang bisa menghasilkan tegangan hingga 350 V dengan input hanya 12V DC.
Ditambah lagi dengan beberapa komponen dasar seperti resistor, transistor jenis mosfet dan kapasitor sudah bisa membentuk sebuah rangkaian lampu emergency.
gambar skema lampu neon 12 vdc lampu emergency
Daftar komponen lengkap yang kita butuhkan untuk membuat sebuah rangkaian lampu neon (lampu emergency) ini adalah sebagai berikut:
C1: 100uf 25V Electrolytic Capacitor
C2, C3 : 0.01uf 25V Ceramic Disc Capacitor
C4 : 0.01uf 1KV Ceramic Disc Capacitor
R1 : 1K 1/4W Resistor
R2 : 2.7K 1/4W Resistor
Q1 : IRF510 MOSFET
U1 : TLC555 Timer IC
T1 : 6V 300mA Transformer
Lampu : 4W Fluorescent Lamp (neon)
Komponen tambahan berupa papan PCB, jumper dan pendingin (Heatsink) untuk transistor Q1.
Catatan: Pendingin (heatsink) harus terpasang pada komponen transistor untuk menghindari panas yang berlebihan. Hati-hati dengan kejutan listrik yang ditimbulkan oleh rangkaian lampu neon (lampu emergency) ini.